Tok … Tok … Tok …
“Del, kamu udah bangun sayang?”
“Udah Ma.”
“Kamu jadi mau anter Mama ke toko kan?”
“Iya Ma. Tunggu ya, aku mandi dulu.”
“Jangan lama-lama ya sayang. Mama ada janji sama klien nih.”
“Oke. 20 menit lagi aku turun.”
Suara Mama membangunkan Delza dari tidur lelapnya. Biasanya ia tak mau diganggu saat hari libur. Tapi untuk kali ini lain. Kemarin ia sudah berjanji untuk mengantarkan Mama-nya ke toko souvenir milik keluarganya, yang telah dirintis sejak Papa-nya pensiun 2 tahun lalu. Ia sendiri mulai merasa bosan diam di rumah di hari Minggu ini. Tak ada salahnya mencari suasana baru. Lagipula ia belum pernah mampir ke sana sejak toko selesai direnovasi bulan lalu. Kemarin-kemarin ia hanya mendengarkan konsep dekorasi toko yang dirancang oleh kakaknya, Anye.
* * *
I’ll remember you
When I’ve forgotten all the rest
You to me were true
You to me were the best
When there is no more
You cut to the core
Quicker than anyone I knew
When I’m all alone in the great unknown
I’ll remember you
I’ll Remember You – Nana Mouskouri
Lagu lama itu mengalun lembut dari CD player. Delza memang seorang pecinta lagu-lagu lama dari era sang mama remaja. Sejak kecil ia sudah terbiasa mendengar lagu-lagu tersebut bersama mamanya. Tiba-tiba volume musik terdengar lebih kecil. Dari sudut pandang matanya, ia melihat tangan sang mama yang menekan tombol volume.
“Loh, kenapa dikecilin Ma musiknya?”
“Del, kayaknya udah lama Mama gak liat kamu bahagia ya.”
“Maksud Mama?”
“Iya, udah lama rasanya Mama ngeliat kamu senyum-senyum seneng setiap hari. Rasanya udah 5 tahun kamu gak seceria biasanya.”
Delza menarik napas panjang, mulai mengerti kemana arah pembicaraan sang mama.
“Aku bahagia kok Ma sama hidup aku sekarang.”
“Bahagia gimana Del?”
“Iya, aku punya karir yang cukup bagus di rumah sakit, pasien aku juga udah mulai banyak. Itu aja udah bikin aku seneng Ma.”
“Iya sayang, tapi itu aja gak cukup untuk bikin kamu bener-bener bahagia. Mama pengen liat kamu mulai perbaiki kehidupan pribadi kamu lagi Nak.”
“Iya, nanti ya Ma kalau udah waktunya.”
“Kapan toh? Kamu itu cantik, punya karir cemerlang, masa gak ada yang deket?”
“Belum ketemu yang cocok aja Ma.”
“Terakhir, siapa itu, yang suka main ke rumah, yang temennya si Fahri itu?”
“Arka Ma.”
“Iya, kayaknya anaknya baik ya, sopan gitu sama orang tua, cakep lagi. Terus udah mapan juga kan ya dia.”
“Iya Ma.”
“Lah, terus kok sekarang gak pernah maen lagi ke rumah? Kamu tolak ya?”
“Belum sreg akunya Ma.”
“Jangan lama-lama toh nduk. Kamu itu perempuan, inget umur. Jangan inget-inget masalah sama si Rein dulu itu. Hidupmu masih panjang.”
“Iya Ma, aku juga udah lupain itu kok. Nanti kalau udah nemu yang cocok pasti aku kenalin ke Mama.”
Sejujurnya hati aku masih sakit Ma setiap inget kejadian Rein dulu, aku belum siap untuk sakit hati lagi, batin Delza.
Beruntung jarak rumahnya ke toko souvenir tidak begitu jauh, sehingga pembicaraan tersebut berakhir seiring mobil Delza memasuki area parkir toko.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar