Welcome to NenkDyDy...

Yuk cari tau tentang dunia kesehatan, tips, atau bahkan tulisan iseng aku di sini...moga smuanya bisa bermanfaat yaa dan...selamat menikmati... ^^

Selasa, November 02, 2010

Rain Before Sunshine - Part 2


Perlahan-lahan air mata menggenang di sudut matanya. Hatinya seperti tercabik-cabik setiap ia teringat kejadian itu. Delza pun menarik nafas dan membuangnya dengan cepat seolah ia ikut membuang rasa sesak dihatinya. Ia masih tak habis pikir, mengapa Rein, begitu mudah meninggalkannya, hanya karena orang tua Rein telah menentukan jodohnya. Batin Delza selalu bertanya-tanya, tak bisakah lelaki itu menentukan masa depannya sendiri, apa salah dan kekurangannya hingga Rein memilih menyerah begitu saja pada cinta mereka. Padahal sejak awal, hubungan mereka baik-baik saja. Orang tua Rein pun bisa menerima kehadirannya, bahkan Raisa, adik Rein satu-satunya sangat dekat dengannya. Tak jarang Raisa meminta Delza untuk menemaninya jalan-jalan. Delza dan Rein pun sudah beberapa kali membicarakan rencana masa depan masing-masing. Semuanya terasa sempurna hingga perjodohan sialan itu muncul dalam hubungannya dengan Rein.
5 tahun sudah berlalu sejak kejadian menyakitkan itu, namun hingga kini hatinya masih tertutup rapat untuk dapat menerima sosok pengganti Rein. Padahal entah sudah berapa banyak lelaki yang mencoba mendekatinya. Untuk bahagia tak selalu harus memiliki pasangan, begitu kilahnya setiap muncul pertanyaan mengapa ia tak jua mencari pasangan hidup semenjak putus dengan Rein. Ia lebih memilih menenggelamkan diri dalam kesibukannya meniti karier.

{{{

Delza melangkah cepat di koridor rumah sakit. Ia harus mem-visite pasien pagi ini. Tak dihiraukannya rasa lelah yang masih menjalari tubuhnya karena kurang istirahat semalam. Ia bergegas menuju ruang rawat VIP rumah sakit tempat salah satu pasiennya dirawat.

"Pagi, Bu. Gimana keadaannya hari ini? Sudah baikan?"
"Pagi, Dokter Delza. Alhamdulillah sudah dok, sudah jauh lebih enak. Sekarang saya sudah bisa jalan tanpa tongkat dok."
"Wah, perkembangan Ibu pesat sekali, kalau begini terus, lusa ibu sudah bisa pulang."
"Terima kasih banyak dok. Untung dokter sabar menghadapi saya."
"Jangan berterima kasih sama saya bu, Ibu yang hebat bisa berjuang sekeras ini untuk bisa sembuh" ujarnya sembari tersenyum.
"Dok, saya boleh tanya sesuatu?"
"Boleh Bu, apa itu?"
"Dokter sudah punya pacar belum?"
"Ah, Ibu ini. Masih sama seperti kemarin Bu, saya masih jomblo. Hahaha."
"Masa masih belum ada yang nempel sih Dok, kan banyak dokter-dokter yang ganteng di sini."
Delza tersenyum simpul.
"Saya kan mau ngerawat Ibu dulu sampai benar-benar sembuh, biar nanti bisa mencarikan saya jodoh." ujarnya sedikit bergurau.
"Hahaha, Dokter ada-ada saja."

2 bulan yang lalu, Bu Marni, begitu ia menyapa pasiennya, datang karena kecelakaan lalu lintas parah yang merenggut nyawa anak semata wayangnya dan membuatnya lumpuh. Keadaan ini membuat Bu Marni sangat terpukul hingga tak mau diterapi. Tapi Delza selalu bersikeras menyemangatinya untuk mengikuti serentetan fisioterapi. Hampir sebulan Delza membujuk Bu Marni mengikuti fisioterapi hingga akhirnya pasien yang ia sudah ia anggap seperti ibunya ini menuruti anjurannya. Dan kini Delza bisa tersenyum puas melihat kesembuhan pasiennya.

{{{

Rrrr...Rrrr..
Delza melirik sekilas ke arah ponselnya yang bergetar.

Edies calling...

"Deeeeeel, lo di mana sih? Masih lama gak? Gw udah nunggu dari tadi nih. Udah jamuran gw di sini nungguin lo." suara di seberang sana langsung memberondongnya dengan pertanyaan.
"Hehehe, 10 menit lagi gw nyampe sana. Tadi pas mau berangkat gw ada pasien baru. Sabar ya."
"Ok. Ok. Gw di cafe-nya ya. Buruan dateng. Ga enak nih gw kelamaan ngopi sendirian di sini."
"Siap Bos. Hehehe."
"Ok. See you."
"Bye."

Delza mempercepat laju mobilnya. Waktu sudah menunjukkan pukul 04. 45 sore, itu artinya ia sudah terlambat 45 menit dari janjinya dengan Edies, sahabatnya sejak duduk di bangku SMP. Dan jalanan sudah mulai padat oleh kendaraan para karyawan yang baru pulang kerja.

Tin tin tiiiiiiiiin...
Tak henti-hentinya ia membunyikan klakson Suzuki SX4 hitamnya ketika ada kendaraan yang berjalan lambat di depannya. Tak sampai hati membiarkan sahabatnya itu menunggu lebih lama lagi. Tak biasa baginya datang terlambat pada sebuah janji. Namun apa daya, pekerjaannya sebagai seorang dokter kadang tak kenal waktu. Saat ada pasien gawat, itulah yang harus ia nomor satukan di atas segala kepentingan lainnya.

{{{

Delza memasuki cafe, matanya menjelajah ke setiap sudut ruangan mencari sosok Edies. Yang dicari langsung melambaikan tangannya begitu melihat Delza berdiri di dekat pintu masuk.

"Sorry, sorry, telat banget ya gw." ujarnya saat tiba di meja Edies.
"Iya ga apa-apa. Gw udah sadar kok sama risiko gawean lo itu."
"Hehehe, makasih sayang." 
"Lo mau pesen minum dulu gak?"
"Gak usah Dies, tadi gw barusan minum. Kita langsung ke butik aja yuk."
"Ya udah, gw bayar minumannya dulu ya." ujar Edies sambil memanggil waitress.

Setelah selesai membayar minuman, Edies dan Delza berjalan menuju butik yang ada di lantai 2 gedung tersebut. Minggu lalu, Edies menelepon dan memintanya untuk menemaninya ke butik langganan mereka untuk memesan sebuah kebaya pengantin. Ya, sahabatnya itu akan menikah 6 bulan lagi setelah bertunangan selama 1 tahun.